Oleh Budi Siswanto
Saya keturunan Jawa, tetapi saya terus
penasaran ketika membaca atau mendengar frase yang berbunyi "Berkah Dalem", yang sangat populer dilontarkan di kalangan
teman-teman saya dari lingkungan Jawa-Katholik. Apa sih artinya? Apakah ada makna
tertentu di balik frase ini? Seorang kawan bilang, "itu artinya Tuhan memberkatimu."
Lalu saya pun menanggapi, "Kok,
nggak ada kata Gusti-nya?" kemudian kawan-kawan yang lain yang
menjawab, "Ngga usah pake Gusti, semua orang sudah tahu maksud kata
Berkah Dalem walau tanpa kata Gusti..."
Siswa Jendra, “dalem”
itu asal kata “ndalem" yang artinya rumah. Kata itu hanya pantas dipakai
oleh para abdi di didalam Keraton. Dengan menyebut kata “dalem”, itu menunjuk
pada personal Sultan atau sang empunya dalem (rumah, kraton). Bagi orang Jawa,
tidak santun apabila menyebut Sultan / Raja dengan menunjuk langsung pada orangnya
(baca Latin : ad hominem). Dengan demikian maka masyarakat Jawa
khususnya abdi dalem secara implisit menunjuk person dengan atau melalui wujud rumahnya.
Kita selaku masyarakat Jawa juga
mengenal pula kata pengganti orang ke dua dengan kata “sampeyan”,
yang memiliki arti “lengan kaki atau
betis”, atau kata yang lebih halus
adalah kata “panjenengan”, yang memiliki arti “Teken atau Tongkat”. Mengapa
kata “Panjenengan” menjadi krama paling
halus? karena semakin “jauh” sebutan kata pengganti diri, dari diri orang yang di Agungkan."
Jika kita telisik sejarah dari "Asal-usul
kata Berkah Dalem”: Maka kita akan
mendapatkan sederet cerita yang tak perna di sebutkan nama si pengarang cerita
maupun tokoh yang ada dalam cerita itu. Demikian dikisahkan : Pada waktu itu, semua
umat Katolik dipulau Jawa memakai sapaan : “Deo gratias”. Sapaan ini berlaku bagi semua umat Katholik di
sepanjang waktu dan tempat. Lalu muncul "usulan", bagaimana kalau seandainya
sapaan “Deo gratias” kita
kemas dalam dalam bahasa Jawa, mengingat bahwa sapaan pastoral dalam bahasa
lokal belum ada.
Usulan ini tersebar kemana-mana hingga
terdengar oleh seorang pastor Jesuit yang melayani di sebuah paroki di salah
satu desa di Jogjakarta, karena kebiasaan si Pastor berdiskusi dengan para abdi dalem kraton, lalu
pastor itu mempopulerkan istilah “Berkah Dalem” sebagai sapaan dikalangan
awam Katholik pada saat itu. Seiring
dengan perkembangan waktu, sapaan dalam bahasa Jawa ini diterima umat luas
(khususnya di Yogyakarta dan Jawa Tengah), bahkan sampai detik ini masih
dipakai. Pastor tersebut nyaris tidak disebut-sebut dalam sejarah sejang
diberlakukannya sapaan “Berkah Dalem”, dan sapaan tersebut sengaja
tidak dijadikan quotation individual supaya mengumat. Ini sisi lain
kerendahan hati pastur tsb. Yang pasti kini ia sudah berbahagia di surga."
Tapi, tulisan saya ini hanyalah
sebuah makna etimologis. Makna spiritualnya bagi perambatan iman bagi umat
telah melampaui bahasa. Meski tidak tahu karakter historis dan teologisnya,
sebagai ekspresi iman, maka kata-kata sapaan tersebut telah menjadi “Cara
hidup” umat Katolik saat ini. Sapaan ini melampaui tempus, signum,
dan verbum itu sendiri. Ungkapan ini ada berkaitan dengan sense
partikular umat tertentu. Bukan secara global-mondial-universal."
Nah siswa Jendra sekalian, jadi
begitulah asal-usulnya? Akan tetapi, saya malah makin penasaran--apakah
ungkapan "berkah dalem" terbatas pada umat Katolik Jawa saja ataukah
memang sudah semakin menjamak di kalangan masyarakat Jawa pada umumnya.
Mengingat, masyarakat Jawa punya sapaan sendiri yaitu “Salam Rahayu” yaitu
sebuah sapaan yang disampaikan dengan mengangkat kedua telapak tangan yang di
persatukan, dengan posisi kedua Jempol ujungnya menempel di titik cakra Wisudi sedangkan
jari telunjuk dan jari-jari yang lainnya, semua ujungnya membentuk sudut 45
derajad menghadap keatas dengan simbol tulis seperti ini: ( _/|\_ ) dan di ikuti dengan postur tubuh sedikit membungkuk.
Demikianlah tulisan ini, semoga
menjadi pengetahuan tambahan bagi semua siswa Jendra dimanapun berada.
Salam _/|\_ Rahayu
<a href="https://twitter.com/share" class="twitter-share-button" data-via="Budi_Wongsojono">Tweet</a>
<script>!function(d,s,id){var js,fjs=d.getElementsByTagName(s)[0],p=/^http:/.test(d.location)?'http':'https';if(!d.getElementById(id)){js=d.createElement(s);js.id=id;js.src=p+'://platform.twitter.com/widgets.js';fjs.parentNode.insertBefore(js,fjs);}}(document, 'script', 'twitter-wjs');</script>
<script>!function(d,s,id){var js,fjs=d.getElementsByTagName(s)[0],p=/^http:/.test(d.location)?'http':'https';if(!d.getElementById(id)){js=d.createElement(s);js.id=id;js.src=p+'://platform.twitter.com/widgets.js';fjs.parentNode.insertBefore(js,fjs);}}(document, 'script', 'twitter-wjs');</script>