Oleh Budi Siswanto
Di unggah dari album "Canda di Kampung Sumksma Ilang" |
Ada seorang siswa Jendra yang
sukses sebagai sorang pedagang, dia mengalami hidup makmur kaya-raya. Namun dirinya selalu merasa
ada yang kurang dalam hidupnya, bahkan dia merasa dirinya tidak bahagia. Kegiatan
rutin yang dia lakukan setiap harinya, dimulai sejak pagi-pagi buta, dia telah bangun dan mulai
bekerja. Pada siang harinya dia bertemu dengan banyak pelanggannya, ada yang
datang untuk membeli atau menjual barang-barang dagangannya.
dan
berkelimpahan.
Hingga malam hari, dia masih
sibuk dengan buku catatan dan mesin hitungnya hingga larut malam. Menjelang
tidur, dia masih memikirkan rencana kerja untuk keesokan harinya. Begitu
hari-hari berlalu tak kenal lelah dan jemu.
Hingga suatu pagi, siswa Jendra
yang menjadi pedagang dan kaya-raya itu sehabis mandi, dia didepan cermin sedang
berkaca, wajahnya tampak kaget saat menyadari bahwa rambutnya mulai menipis dan
berwarna abu-abu. "Akh. Aku sudah menua. Setiap hari aku bekerja dan sudah
berhasil mengumpulkan harta kekayaan begitu besar! Tetapi kenapa hatiku koq
tidak bahagia? Ke mana saja aku selama ini?"
Setelah merenung, siswa Jendra
itu memutuskan untuk pergi meninggalkan semua kesibukannya dan melihat
kehidupan di luar sana, dengan maksud mengembara. Dia berpakaian sederhana
mengibaratkan dirinya orang pinggiran dan membaur ditengah-tengah keramaian
masyarakat.
"Duh, hidup begitu susah,
begitu tidak adil! Kita telah bekerja dari pagi hingga sore, tetapi tetap saja
miskin dan kurang," terdengar sebagian penduduk berkeluh kesah.
Di tempat lain, dia mendengar
seorang saudagar kaya; walaupun harta berkecukupan, tetapi tampak sedang sibuk
berkata-kata kotor dan memaki dengan garang pada kuli dan orang upahannya.
Tampaknya saudagar itu juga tidak bahagia.
Lalu siswa Jendra kaya itu meneruskan
perjalanannya, hingga akhirnya tiba di tepi sebuah hutan. Dia melihat ada
sebuah pondok-pondok kecil yang teduh dan dia berniat untuk beristirahat
sejenak di situ, tiba-tiba telinganya menangkap sebuah gerak langkah seseorang
dan tiba-tiba terdengar teriakan lantang, "Huah!(mengguap) Tuhan, terima
kasih. Hari ini aku telah mampu menyelesaikan tugasku dengan baik. Hari ini aku
telah pula makan dengan kenyang dan nikmat. Terima kasih Tuhan, Engkau telah
menyertaiku dalam setiap langkahku. Dan sekarang, saatnya hambamu hendak
beristirahat di pondok yang telah Engkau sediakan."
Tampak wajah siswa Jendra kaya
itu tertegun beberapa saat dan tanpa sengaja telinganya menyimak, untuk
mengetahui dari mana datangnya suara lantang itu. Akhirnya siswa Jendra itu bergegas
mendatangi asal suara tadi. Terlihat seorang pemuda berbaju jemblek lusuh
telentang di rerumputan dibalik pondok-pondok itu. Matanya terpejam. Wajahnya
begitu bersahaja dengan mulut tertutup dengan selembar udeng.
Mendengar ada suara di sekitarnya, pemuda itu terbangun.
Dengan tersenyum dia menyapa ramah, "sugeng sonten eyang kakong. monggo silahkan
beristirahat bersama saya di sini."
"Terima kasih, Anak Muda. Pondok
yang bersih dan terawat...Boleh eyang kakong turut istirahat beberapa saat
disini?” tanya siswa Jendra kaya itu,
sambil meletakan buntalan baju dan beberapa perbekalan lainnya di lantai
pondok-pondok tersebut.
Tuguh Mastrip "Kampung Suksma Ilang" |
"Monggo, Silakan eyang,
eyang kakong mau berapa lama tinggal disini monggo, silakan?" jawab pemuda itu
sambil jempol tangan kanannya mempersilahkan siswa Jendra kaya itu untuk duduk
di pondok-pondoknya.
"Apakah engkau yang merawat
pondok ini? Apakah kerjamu setiap hari hanya seperti ini?"
"Tidak, eyang. Aku memang
tidak terlalu peduli tentang apa pekerjaanku
itu, motivasiku, aku senang jika setiap hari aku bisa bekerja dengan
sebaik-baiknya. Memang aku tidak terlalu suka mengerjakan hal-hal yang sama dalam
setiap harinya. Aku senang, membantu kesulitan orang, apalagi yang kubantu senang dengan bantuanku itu. Maka,
pasti Tuhan juga senang di atas sana. Ya kan eyang kakong? Dan pada akhirnya,
aku hanya perlu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua
pemberiannya dalam hidupku ini".
Teman-teman Jendra yang luar biasa,
Kenyataan di kehidupan ini,
kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan sebesar apapun tidak menjamin rasa bahagia.
Bisa kita baca kisah hidup seorang maha bintang Michael Jackson yang meninggal beberapa
tahun yang lalu, ternyata berhutang di antara kelimpahan kekayaannya. Dia hidup
menyendiri dan merasa kesepian di tengah keramaian penggemarnya; tidak bahagia
di tengah hiruk pikuk bumi dan harta benda yang diperjuangkannya.
Entah seberapa kontroversial
kehidupan Jacko. Tetapi, yah... setidaknya, dia telah berusaha berbuat yang
terbaik tentang dirinya untuk kepentingan umat manusia lainnya.
Mari, janganlah kita menjadi
budak materi. Mampu bersyukur merupakan kebutuhan manusia. Mari kita berusaha
memberikan yang terbaik bagi diri kita sendiri, lingkungan kita, dan bagi
manusia-manusia lainnya. Sehingga, kita senantiasa bisa menikmati hidup ini
penuh dengan sukacita, bersyukur dan berbahagia.
Keterangan : Gambar dan Foto diatas, tidak ada sangkut-pautnya dengan pengajaran ini, sebab gambar dalam foto hanyalah tempat turunya inspirasi dan petunjuk akan pengajaran ini.
Salam _/|\_ Rahayu