Selayang Pandang :
Dalam konteks mitologi kejawen, Sastra Jendra Hayuningrat adalah ilmu luhur
(tinggi) yang mengajarkan tentang kepribadian seorang Raja yang hidup dalam
suasana sehat, damai sejahtera, berwibawa, berlimpah-limpah harta benda dan dalam
menghadapi segala permasalahan dalam hidup di per-mudah. Akibat didera oleh
perkembangan jaman, berakibat keberadaan Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat ini
hampir punah. Bahkan tidak banyak orang yang mengenal ilmu ini lagi,
lebih-lebih sejak ilmu ini dimasukan dalam kategorial Budaya oleh Peraturan
Pemerintah.
Puri Asih adalah Paguyuban Pelestari Budaya.
Dalam pengabdianya, Puri Asih menitik beratkan pelayanannya pada pemeliharaan
ke-ilmu-an Sastra Jendra Hayuningrat atau yang disebut Kaweruh Jendra
Hayuningrat. Agar semua siswanya menghayati dan memahami setiap ajaran yang di
terimanya, maka menjadi suatu kewajiban bagi setiap siswa dalam menjalankan
ritual-ritual yang ada didalam Kaweruh Jendra Hayuningrat. Ada beberapa
kegiatan ritual dalam kaweruh Jendra Hayuningrat yang dipegang teguh sebagai
kegiatan sakral oleh Puri Asih, satu
diantaranya adalah : Perayaan Satu Suro/1
muharram.
Satu Suro atau dalam masyarakat
dikenal dengan 1 Muharram merupakan hari dan bulan keramat serta sakral dalam
pandangan Kejawen, sebagaimana seremoni atau perayaan Suran. Menurut catatan sejarah
Jawa, kaweruh Jendra Hayuningrat memulai atau mengawali perayaan Suroan atau
Suran pada hari Rabu Wage, tanggal
15 September 1920 atau 1 Sura 1851 Tahun ALIP Windu SANGARA. Oleh Eyang
Wongsodjono sendiri di Jogyakarta, tepatnya 8 tahun sebelum hijrah ke Banyuwangi
dengan membawah kaweruh Jendrra Hayuningrat.
Ritual ini
selalu diselenggarakan di keraton Yogyakarta, Surakarta dan Mangkunegaran dan
semua yang tergabung dalam Keluarga Besar Mentaraman. Pada waktu pelaksanaan
perayaan Suro, biasanya masyarakat berjalan berbondong-bondong mengelilingi
pusaka keraton, yang dianggap ampuh dan mampu menolak balak dan malapetaka.
Kegiatan
ritual pelaku Kejawen pada umumnya menyelenggarakan selametan suro. Demikian
halnya dengan siswa Jendra Hayuningrat yang terbagi-bagi dalam paguyuban
pelestari budaya Jawa, setiap paguyuban yang di pimpin oleh ketua paguyubanya
atau setidak-tidaknya Pinisepuh paguyuban tersebut, sudah bisa dipastikan turut
ambil bagian dalam merayakan Suro. Perayaan Suro di masing-masing Paguyuban,
dilaksanakan dengan acara menghaturkan sesajian bubur Suro serta lauk-pauk dalam
jumlah tertentu ditambah jenang sengkala disertai beberapa sajian tambahan seperti
cukbakal, jenang sengkala, bunga setaman dan diiringi kepulan dupa atau kemenyan.
Selain
sedekah atau selamatan, kegiatan spiritual lainnya yang dilakukan diantaranya
mencuci pusaka, wesi aji/Tosan-Aji. Ada juga yang melakukan Jamasan/siraman
(kepercayaan sebagian masyarakat, mereka datang dan mengambil berkah lewat
cucian air pusaka dengan cara mencuci muka, mandi Jamasan/kramasan dan bahkan
ada yang meminumnya).
Demikianlah
selayang pandang tentang kegiatan Puri Asih, semoga menjadi berkat bagi kita
sekalian. Selamat Tahun Baru Jawa 1 Suro tahun Alip Windu Sangara.
Gusti
Amberkahi _()_ Rahayu!