Piwulang Kagem Siswa Jendra Hayuningrat

Konsultasi Spiritual : Klik disini


Dhawuh : Eyang Wongsojono

Di Terjemahkan oleh. Budi Siswanto

Hidup seorang pelaku Jendra, ibarat hidup seorang pangeran yang setiap harinya harap-harap cemas menantikan panggilan dari ayahandanya yaitu sang Raja. Pangeran tersebut dipanggil oleh ayahanda Raja bukan untuk menerima amarah Raja karena berbuat salah, atau dihukum karena melanggar ketentuan-ketentuan ayahandanya. Akan tetapi sang pangeran menunggu panggilan ayahanda Raja, untuk mendapatkan anugerah berupa gelar “Raja Muda”, dengan maksud akan menggantikan tahta ayahandanya sebagai pemimpin dengan gelar raja penuh kelak dikemudian hari.

Demikian pula sama halnya dengan kehidupan setiap siswa Jendra, yang menantikan kehadiran-Nya yang dia kenal sebagai sang Guru Sejati. Bukan sekedar ayahanda Raja namun juga menjadi Bapak dan guru atas dan dalam kehidupan Rohani setiap siswa Jendra.

Oleh karena itu Kaweruh Jendra Hayuningrat dengan segala kearifanya, mengajarkan pada setiap siswannya untuk menjalani hidup senantiasa berada dalam keadaan makmur berlimpah-limpah, bagaikan hidupnya seorang pangeran.

Pengajaran yang dimaksud untuk memberikan pemahaman kepada setiap siswa Jendra Hayuningrat, agar senantiasa mampu menjalani hidup dalam kesucian hati seutuhnya. Jika dalam hidup, kita disebut belajar : ibarat seseorang yang sedang belajar jalan, bukan bumi yang bergerak agar kita berpindah tempat. Jika kita bekerja di-ibaratkan seseorang yang sedang berjuang untuk mempertahankan hidup yang sudah kita terimanya, bukan untuk merebut hidup dari hak hidup milik orang lain.

Seperti yang dikisahkan dalam sebuah dhawuh : “ada seorang siswa Jendra yang sangat menikmati kebahagiaan dan ketenangan di dalam hidupnya. Rahasianya, orang tersebut mempunyai dua kantong yang menempel di baju sorjannya (baju jemblek). Pada kantong yang satu sengaja dibuat berlobang di jahitan bagian bawahnya, akan tetapi pada kantong yang lainnya tidak terdapat lubang sama-sekali di jahitan bagian bawahnya, kecuali dibagian atasnya.

Dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh siswa Jendra tersebut ialah : segala sesuatu yang menyakitkan yang pernah didengarnya seperti makian, hinaan, tipu-daya & sindiran, ditulisnya di sebuah kertas lalu digulung kecil dan dimasukkannya ke dalam kantong yang berlubang di jahitan bagian bawahnya. Tetapi semua hal yang indah, benar, jujur dan bermanfaat bagi hidupnya, ditulisnya di sebuah kertas kertas lalu digulung kecil dan dimasukkannya ke dalam kantong yang tidak ada lubangnya. Demikianlah yang dia lakukan hingga datangnya saat senja.

Jika malam telah larut, sebelum beristirahat tidur, siswa Jendra tersebut melakukan meditasi penutup untuk hari itu, sebelum membakar dupa stik, ia mengeluarkan semua yang ada di dalam kantong baju sorjannya  yang tidak berlubang itu, mulai dari korek api, dompet, kontak kendaraan dan termasuk gulungan kertas kecil-kecil yang didalamnya ada catatan tentang semua yang indah, benar, jujur dan yang bermanfaat bagi hidupnya. Mulailah dia membacanya dan hasilnya? Dia menikmati hal-hal indah yang sudah diperolehnya sepanjang hari itu. Kemudian ia merogoh kantong yang satunya, tentu kantong yang sengaja dibuat berlubang di jahitan bagian bawahnya. Tetapi ia tidak menemukan apa pun, karena semua benda-benda kecil yang dia masukan ke dalamnya semuanya terjatuh tak tersisa satupun, tak terkecuali catatan kecil tentang keburukan dan hal-hal yang menjengkelkan hatinya pada hari itu. Maka ia pun tertawa dan tetap bersukacita karena tidak ada sesuatu yang dapat merusak hati dan jiwanya. Lalu siswa Jendra tersebut membakar dupa stik dan bermeditasi penuh dengan ucapan syukur, sebab dalam catatanya dia tak perna menemukan satupun gulungan kertas kecil-kecil yang bertuliskan keburukan dalam hidupnya hari itu.

Teman-teman siswa Jendra kang kinasih.... Itulah yang seharusnya kita lakukan. Menyimpan semua yang baik didalam “kantong yang tidak berlubang”, sehingga tak ada satupun yang baik yang akan hilang dari hidup kita. Sebaliknya, simpanlah semua yang buruk-buruk didalam “kantong yang berlubang”. Maka dengan demikian hal-hal yang buruk itupun akan jatuh tercecer dan tidak perlu kita ingat lagi keberadaannya.

Namun sayang sekali teman-teman siswa Jendra kang kinasih...... masih banyak teman-teman siswa Jendra yang melakukan dengan terbalik! Mereka menyimpan semua yang baik di “kantong yang berlubang”, justru apa yang tidak baik didalam “kantong yang tidak berlubang”, akibatnya? Jika malam hari telah larut, sebelum beristirahat tidur, semua siswa Jendra melakukan meditasi penutup untuk hari itu, sebelum membakar dupa stik, maka ia mengeluarkan semua isi yang ada di dalam kantong baju sorjannya, teman-teman siswa Jendra kang kinasih tahu?... kantong baju sorjannya berisi segala sesuatu yang menyakitkan yang pernah didengarnya, seperti hinaan, fitnah, makian & sindiran, sehingga waktu melakukan meditasi penutup untuk hari itu, dia kehilangan rasa syukurnya, jiwanya menjadi tertekan & tidak ada gairah lagi dalam menjalani hidup. Sugeng tanggap warsa, sugeng ariyadi 1 Suro 1947 tahun Alif - Windu Sangara. Hyang Agung Hamberkahi!. (Pinisepuh).

Salam _()_Rahayu



Konsultasi Spiritual : Klik disini



Sandang, Pangan, Papan



Oleh. Budi Siswanto
  
Bagi Anda yang belajar Nujum di Kaweruh Jendra Hayuningrat, sudah bukan hal asing kata-kata dalam judul di atas. Hanya ada tambahan dua kata lagi, yaitu : Lara dan Pati.
Pada kesempatan kali ini penulis tidak  akan membahas tentang hitungan nujum tersebut diatas, karena hal itu bisa Anda pelajari dengan  mengunjungi halaman blog yang berjudul Primbon Jawa. 





Karena halaman blog ini adalah motivasi, maka penulis akan memberikan ulasan sedikit tentang apa saja yang baku dan yang ada pada diri manusia. Ada 3 kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi sebelum memenuhi keinginan-keinginan yang lain, yaitu sandang, pangan dan papan.
Sandang adalah apa yang kita pakai. Pangan adalah apa yang kita makan, sedangkan papan adalah tempat tinggal. 3 kebutuhan pokok ini tidak bisa dipisahkan. 3 kebutuhan ini disebut primer, karena tanpa memenuhi ketiga kebutuhan pokok ini maka, manusia tidak mampu menjalani kehidupan yang layak.
Bila saat ini Anda bekerja dan berumah tangga, fokuskan penghasilan Anda untuk mencukupi ketiga hal tersebut, sebelum membelanjakannya untuk keinginan  lain. Jika Anda sekeluarga belum memiliki rumah, dengan posisi masih ngekos maupun mengontrak, maka kebutuhan rumah adalah skala prioritas.
Jika Anda adalah seorang mahasiswa atau pemuda yang saat ini belum bekerja, maka yang harus ada dalam pikiran Anda adalah : bagaimana caranya mencukupi kebutuhan Anda sehari-hari ini dengan hasil jerih payah Anda sendiri. Minimal mencari penghasilan tambahan di sela-sela sekolah atau kuliah untuk mencukupi kebutuhan sandang dan pangan. Atau kerja serabutan dulu dengan upah borongan ataupun harian, dengan menjadikan semua sebagai bentuk pengalaman dengan tanpa memperhitungkan besarnya penghasilan. Sebab ini akan meringankan beban orang tua Anda sekaligus mengajari Anda untuk hidup mandiri.
Jangan terlalu terburu nafsu untuk mengikuti gaya hidup dan pola pikir rekan Anda yang terbalik. Mengutamakan handphone baru sedangkan rumah masih belum punya. Lebih memilih membeli sepatu seharga jutaan rupiah, sedangkan kebutuhan keluarga belum mampu dicukupi. Jika ini yang Anda lakukan, bersiaplah untuk menyesal nantinya.
Hasil riset menunjukkan banyak orang yang menyesal di masa tuanya bukan karena apa-apa yang mereka lakukan, namun mereka menyesal akibat apa-apa yang belum mereka lakukan. Akibatnya yang selalu di benak mereka adalah kalimat, “Andai dulu saya….”. Karena itu, sebelum terlambat, mulai sekarang ubahlah mindset Anda. Jangan ikuti gengsi dan penuhilah pondasi kehidupan. Sandang, pangan dan papan. Dengan ini kita akan lebih bersyukur dan menikmati hidup.

Salam Kejawen_()_ Salam Rahayu!.

Dhawuh Tidak Langsung




“Yang di terima oleh seorang siswa Jendra dari Purwokerto lewat seorang Kakek Pensiunan PNS menjelang Hari Raya Idul Adha (ada hikmah didalamnya). Tulisan ini diambil dari sebuah email yang ditujukan pada admin (saya), mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran untuk kita semua,,..terutama untuk saya sendiri sebagai Guru Jendro.

Mas Budi pengasuh PURI ASIH yth. :
Saya ingin tanya, apakah yang saya alami merupakan sebuah dhawuh/petunjuk dari Guru Sejati?
Begini cerita pengalaman saya :
Beberapa hari yang lalu aku hendak mencari seekor kambing jantan untuk hari raya Qurban. Kuhentikan mobil tepat di ujung kandang tempat berjualan hewan Qurban. Saat pintu mobil kubuka, bau tak sedap memenuhi rongga hidungku, dengan spontan aku menutupnya dengan saputangan. Suasana di tempat itu sangat ramai, dari para penjual yang hanya bersarung hingga ibu-ibu berkerudung Majelis Taklim, tidak terkecuali anak-anak yang ikut menemani orang tuanya melihat hewan yang akan di-Qurban-kan pada Idul Adha nanti, sebuah pembelajaran yang cukup baik bagi anak-anak sejak dini tentang pengorbanan Nabi Allah Ibrahim & Nabi Ismail.
Aku masuk dalam kerumunan orang-orang yang sedang bertransaksi memilih hewan yang akan di sembelih saat Qurban nanti. Mataku tertuju pada seekor kambing coklat bertanduk panjang, ukuran badannya besar melebihi kambing-kambing di sekitarnya.
” Berapa harga kambing yang itu pak?” ujarku menunjuk kambing coklat tersebut.
” Yang coklat itu yang terbesar pak. Kambing Mega Super dua juta rupiah tidak kurang” kata si pedagang berpromosi matanya berkeliling sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.
” Tidak bisa turun pak?” kataku mencoba bernegosiasi.
” Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal” si pedagang bertahan.
” Satu juta lima ratus ribu ya?” aku melakukan penawaran pertama
” Maaf pak, masih jauh. ” ujarnya cuek.
Aku menimbang-nimbang, apakah akan terus melakukan penawaran terendah berharap si pedagang berubah pendirian dengan menurunkan harganya.
” Oke pak bagaimana kalau satu juta tujuh ratus lima puluh ribu?” kataku
” Masih belum nutup pak ” ujarnya tetap cuek
” Yang sedang mahal kan harga minyak pak. Kenapa kambing ikut naik?” ujarku berdalih mencoba melakukan penawaran termurah.
” Yah bapak, meskipun kambing gak minum minyak. Tapi dia gak bisa datang ke sini sendiri.
Tetap saja harus di angkut mobil pak, dan mobil bahan bakarnya bukan rumput” kata si pedagang meledek.
Dalam hati aku berkata, alot juga pedagang satu ini. Tidak menawarkan harga selain yang sudah di kemukakannya di awal tadi. Pandangan aku alihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari si coklat. Lumayan bila ada perbedaan harga lima ratus ribu. Kebetulan dari tempat penjual kambing ini, aku berencana ke toko ban mobil. Mengganti ban belakang yang sudah mulai terlihat halus tusirannya. Kelebihan tersebut bisa untuk menambah budget ban yang harganya kini selangit.
” Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?” kataku kemudian
” Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah” katanya
Belum sempat aku menawar, di sebelahku berdiri seorang kakek menanyakan harga kambing coklat Mega Super tadi. Meskipun pakaian “korpri” yang ia kenakan lusuh, tetapi wajahnya masih terlihat segar.
” Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?” katanya kagum
” Dua juta tidak kurang tidak lebih kek. ” kata si pedagang setengah malas menjawab setelah melihat penampilan si kakek.
” Weleh larang men regane (mahal benar harganya)?” kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan ” bisa di tawar-kan ya mas?” lanjutnya mencoba negosiasi juga.
” Cari kambing yang lain aja kek. ” si pedagang terlihat semakin malas meladeni.
” Ora usah (tidak) mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki (Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini)
Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas. ” katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya. Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu di bukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya.
” Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) di eter kewae nang umah yo-mas ( di antar ke rumah ya mas)?” lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.
Si pedagang kambing kaget, tidak terkecuali aku yang memperhatikannya sejak tadi. Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek, kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar uang itu.
” Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah” si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan
” Ora ono ongkos kirime tho…?” (Enggak ada ongkos kirimnya ya?) si kakek seakan tahu uang yang diberikannya berlebih
” Dua juta sudah termasuk ongkos kirim” si pedagang yang cukup jujur memberikan lima puluh ribu ke kakek ” mau di antar ke mana mbah?” (tiba-tiba panggilan kakek berubah menjadi mbah)
“Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)” kata si kakek sambil menerimanya ” tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti, InsyaAllah bocah-bocah podo ngerti (InsyaAllah anak-anak sudah tahu). “
Setelah selesai bertransaksi dan membayar apa yang telah disepakatinya, si kakek berjalan ke arah sebuah sepeda tua yang disandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari mobil milikku. Perlahan di angkat dari sandaran, kemudian dengan sigap dikayuhnya tetap dengan semangat. Entah perasaan apa lagi yang dapat kurasakan saat itu, semuanya berbalik ke arah berlawanan dalam pandanganku. Kakek tua pensiunan pegawai Pemda yang hanya berkendara sepeda engkol, sanggup membeli hewan Qurban yang terbaik untuk dirinya. Aku tidak tahu persis berapa uang pensiunan PNS yang diterima setiap bulan oleh si kakek. Yang aku tahu, di sekitar masjid Baiturrohman tidak ada rumah yang berdiri dengan mewah, rata-rata penduduk sekitar desa Pasir Mukti hanya petani dan para pensiunan pegawai rendahan.

Yang pasti secara materi, sangatlah jauh di banding penghasilanku yang sanggup membeli rumah dikawasan cukup bergengsi,  yang sanggup membeli kendaraan roda empat yang harga ban-nya saja cukup membeli seekor kambing Mega Super,  yang sanggup mempunyai hobby berkendara moge (motor gede) dan memilikinya Yang sanggup mengkoleksi “raket” hanya untuk olah-raga seminggu sekali, Yang sanggup juga membeli hewan Qurban dua ekor sapi sekaligus. Tapi apa yang aku pikirkan? Aku hanya hendak membeli hewan Qurban yang jauh di bawah kemampuanku yang harganya tidak lebih dari service rutin mobilku, kendaraanku di dunia fana.
Sementara untuk kendaraanku di akhirat kelak, aku berpikir seribu kali saat membelinya. Ya Allah, Engkau yang Maha Membolak-balikan hati manusia balikkan hati hambaMu yang tak pernah berSyukur ini ke arah orang yang pandai menSyukuri nikmatMu.
Mas Budi Pengasuh Puri-Asih yang terhormat, apakah Hidaya yang saya terima ini merupakan Dhawuh? atau hanya sekedar kebetulan saja....Mohon petunjuk mas, matur nuwun...Salam Kejawen _()_ Rahayu!

From : someone in Purwokerto

sedekah atau sumbangan

Kami menerima sedekah ataupun sumbangan melalui : 

Rek. BCA Nomor : 2000298649 a/n Budi Siswanto.

Rek. BRI Nomor : 087201005964509 a/n Yohanis Permadi Polowiwi.
Bagi penyumbang atau penderma segala kegiatan PURI-ASIH, kami atas nama pinisepuh dan segenap pengurus organisasi, mengucapkan banyak terima kasih, semoga derma, sedekah dan amal bapak, ibu, saudara/ri mendapat balas dari Tuhan pemelihara hidup.

             Salam Kejawen _()_ Salam Rahayu